Saturday, September 7, 2013

PENAMPAKAN POCONG DIKEMAHKU

suara miaw
PENAMPAKAN POCONG DIKEMAHKU

Malam itu diluar tenda situasi gerimis dan anginpun bertiup kencang. Saat itu juga aroma bau busuk menyengat hidung Kami.
Sekitar jam 09.00 saya berserta Hari, Dodi dan Rengga akhirnya selesai juga membangun tenda buat istirahat nanti malam. Setelah pukul 11.00 siang, aku sama Rengga berjalan untuk melihat sekeliling tenda dengan pemandangan yang luar biasa kealamannya dan menikmati sejuknya udara pegunungan yang masih segar untuk dirasakan. Dalam pandanganku sambil hati merasa tenang dari nyanyi suara burung yang berkicau dialam bebas kakiku tiba-tiba merasa menginjak tumpukan bantu yang lumayan bikin aku heran.
"Loh, tumpukan batu ini kayak bentuk kuburan..." Kataku pada Rengga yang meliahatnya juga.
"Iya itu... Han, mirip banget. Jangan-jangan ini benar kuburan Han" Jawab Rengga sambil bertanya.
"Udah lah kita balik lagi ketenda hayuk... Kasian Dodi sama Hari takut nyari-nyari" Ajakku langsung mengajak Rengga untuk balik ketenda lagi.
Memang Dodi sama Hari tidak ikut bersamaku keliling-keliling lihat pemandangan. Dia berdua memilih tinggal ditenda untuk istirahat. Aku sama Rengga pulang menuju tenda. Setiba ditenda, terlihat cuman Dodi seorang diri yang lagi menyiapkan tempat memasak dari ranting kayu yang cukup besar dengan di silang tiga kayu ranting itu.
"Dod... Lagi bikin apaan?" Tanya Rengga.
Dodi melirik kearah Rengga sambil meneruskan lagi pekerjaannya.
"Buat tempat masak lah..." Jawab Dodi.
Beberapa menit Haripun datang dengan membawa ranting-ranting kayu untuk dibakar dan sebagian kayu yang dibawa Hari ada yang lumayan besar. Pukul 04.30 kami mulai memasak sedaanya dan sebisa kami.
Setelah selesai kami masak dan makan sore, cuaca menjadi grimis dan angin bertiup sangat kencang akhirnya kami berempat masuk kedalam tenda untuk berteduh, kebetulan juga hari mulai gelap jadi kami memutuskan untuk malam pertama istirahat dulu nati malam selanjutnya baru lah menikmati indahnya malam dipegunungan. Entah kenapa dan ada apa secara tiba-tiba rasa ngantuk menyelimuti kami, rasa ngantuk itu sulit kami kalahkan. Dodi dan Hari sudah tertidur lelap, kini tinggal aku sama Rengga yang belum tidur. Hujan diluar tenda semakin lama semakin deras, hingga petir begelegar diangkasa bebas, namun rasa ngantuk terasa impas oleh suara petir yang bergema-gema. Malam semakin larut hujan pun tak kujung reda, tetapi lumayan hujan menjadi grimis kembali. Termenung termelongo sesaat mencium aroma yang tidak sedap dihidung.
"Rengga kamu kentut ya?" Tanyaku karena mencium sesuatu yang kurang berkenan dalam hidung.
"Siapa yang ketut..." Jawab Rengga sedikit tersinggung.
Apa mungkin yang kentut antara Hari atau Dodi yang sudah tertidur lelap dari tadi. Maklumlah biasanya orang yang lagi tidur terus kentut bau gasnya seperti bau bangkai.
"Terus bau bangkai darimana datangnya?" Tanyaku lagi.
Rengga cuman menatap heran dan sedikit bengong dengan pertanyaanku.
"Yalah... Ga malah bengong orang ditanya." Tambahku.
"Aku juga mencium bau bangkai Han... Tapi ini bukan bau kentut, kayaknya bau dari luar tenda Han." Jawab Rengga dengan penuh keyakinan.
Lantas aku mengambil senter untuk melihat sekeliling luar tenda. Tirai pintu tenda untuk keluar aku buka, hembusan angin malam yang dingin menusuk pori-pori. Ku amati sekeliling tenda tidak ada bangkai sama sekali tetapi setiba sinar senter mengarah ke selatan cahaya sinar dari senter menemukan sesuatu sosok yang terbungkus kain putih dengan berdiri tegak menghadapku. Raut wajahnya sudah tidak karuan alis membusuk dan tatapan mata melotot kearahku sehingga aku terkujur kaku tak bisa berkutik dalam sesaat situasi itu. Tak lama aku lari terbirit-birit kearah tenda sampai beberapa kali jatuh terpontang panting dengan rasa takut itu sampai-sampai senter dalam peganganku terlempar entah kemana. Tak banyak pikir aku langsung menorobos tirai tenda masuk dan tergesa-gesa aku langsung ambil sarung dengan menkurungkannya keseluruh badanku berposisi gemetar ketakutan. Rengga pun terkejut dengan tingkah laku yang ampir saja terluluh dengan kakiku selagi menorobos tenda.
"Han... Ada apa?" Tanya Rengga penuh penasaran itu.
Aku tak bisa menjawab hanya bisa berdoa dalam batinku. Hari dan Dodi pun terbangun dalam tidur pulasnya karena mendengan teriakanku yang minta tolong.
"Ada apa Ngga... Sama Handi?" Tanya Hari pada Rengga.
"Entah tuh Handi, kayak ketakutan sehabis dikejar-kejar setan masuk tenda langsung terobas saja ampir nabrak aku." Jawab Rengga dengan nada menggurutu karena kesal dengan tingkahku.
Ketiga sahabatku mulai diam dengan adanya suara tertawa diluar tenda. Mereka bertika saling tatap mata dan saling bengong karena suara tawa itu terus menerus terdengar ditelinga. Angin bertambah kencang sampai tenda pun akan terbawa terbang. Ketiga sahabatku mulai merasakan apa yang aku lihat barusan tadi, mereka pun ikut-ikutan sembunyi didalam sarungnya masing-masing dengan saling mendekap ketakutan. Suara tawa yang cekikian terus menerus menghantui perasaan kami berempat, sampai akhirnya dengan tiba-tiba tenda kami terbang entah kenapa. Kami berempat langsung bangun mendadak karena begitu mudahnya tenda kami terbawa angin. Namun dari pandangan kami didepan telah nampak sosok pocong didepan kami berempat, wajah busuk dengan mata melotot yang mengandung arti pocong itu lagi marah. Bisa terjadi kemarahan sosok pocong itu akibat terganggu sewaktu siang aku tidak sengaja menginjak kuburan batu dengan pergi tanpa pamit. Dengan hitungan detik dari penampakan sosok pocong, kami berempat tidak sadarkan diri sampai pagi tiba wajahku terbangun kembali akibat silaunya cahaya mentari dipagi hari yang menghangatkan seluruh tubuhku ini. Setelah kami bangun tersadar akan apa yang terjadi semalaman tak banyak pikir kami meninggalkan tempat itu dengan barang alat tenda kami tinggalkan begitu saja. Setiba diperkampung yang pertama kami lewati dari perjalanan meninggalkan pegunungan itu. Kami berhenti disebuah warung kecil untuk mengisi perut kami dan menceritakan apa yang telah kami alami selagi bertenda dipegunungan itu. Kebetulan yang punya warung asli penduduk sana dan tau percis cerita-cerita dipegunungan itu dimana tempat kami berkemah.
Bapak-bapak yang punya warung dengan umurnya yang setengah baya itu tertawa-tawa membuat kami keheranan lagi.
"Dek... Kejadian yang barusan dialami tadi malam kalian itu sering terulang beberapa kali, banyak pendatang yang berkemah disana bercerita seperti kalian tadi." Kata pak warung itu dengan membeberkan dan menjelaskan cerita sebenarnya tentang sosok pocong itu.
Kami pun pulang dengan membawa pengalaman yang sungguh penuh tantangan ketakutan.

suara miaw / Author & Editor

Aku adalah apa yang aku pikirkan

0 comments:

Post a Comment

Coprights @ 2016, Edited By Taufiq Nugraha| Templatelib