PENAMPAKAN POCONG DIKEMAHKU
Malam itu diluar tenda situasi gerimis dan anginpun bertiup kencang. Saat itu juga aroma bau busuk menyengat hidung Kami.
Sekitar jam 09.00 saya berserta Hari, Dodi dan Rengga akhirnya selesai
juga membangun tenda buat istirahat nanti malam. Setelah pukul 11.00
siang, aku sama Rengga berjalan untuk melihat sekeliling tenda dengan
pemandangan yang luar biasa kealamannya
dan menikmati sejuknya udara pegunungan yang masih segar untuk
dirasakan. Dalam pandanganku sambil hati merasa tenang dari nyanyi suara
burung yang berkicau dialam bebas kakiku tiba-tiba merasa menginjak
tumpukan bantu yang lumayan bikin aku heran.
"Loh, tumpukan batu ini kayak bentuk kuburan..." Kataku pada Rengga yang meliahatnya juga.
"Iya itu... Han, mirip banget. Jangan-jangan ini benar kuburan Han" Jawab Rengga sambil bertanya.
"Udah lah kita balik lagi ketenda hayuk... Kasian Dodi sama Hari takut
nyari-nyari" Ajakku langsung mengajak Rengga untuk balik ketenda lagi.
Memang Dodi sama Hari tidak ikut bersamaku keliling-keliling lihat
pemandangan. Dia berdua memilih tinggal ditenda untuk istirahat. Aku
sama Rengga pulang menuju tenda. Setiba ditenda, terlihat cuman Dodi
seorang diri yang lagi menyiapkan tempat memasak dari ranting kayu yang
cukup besar dengan di silang tiga kayu ranting itu.
"Dod... Lagi bikin apaan?" Tanya Rengga.
Dodi melirik kearah Rengga sambil meneruskan lagi pekerjaannya.
"Buat tempat masak lah..." Jawab Dodi.
Beberapa menit Haripun datang dengan membawa ranting-ranting kayu untuk
dibakar dan sebagian kayu yang dibawa Hari ada yang lumayan besar.
Pukul 04.30 kami mulai memasak sedaanya dan sebisa kami.
Setelah
selesai kami masak dan makan sore, cuaca menjadi grimis dan angin
bertiup sangat kencang akhirnya kami berempat masuk kedalam tenda untuk
berteduh, kebetulan juga hari mulai gelap jadi kami memutuskan untuk
malam pertama istirahat dulu nati malam selanjutnya baru lah menikmati
indahnya malam dipegunungan. Entah kenapa dan ada apa secara tiba-tiba
rasa ngantuk menyelimuti kami, rasa ngantuk itu sulit kami kalahkan.
Dodi dan Hari sudah tertidur lelap, kini tinggal aku sama Rengga yang
belum tidur. Hujan diluar tenda semakin lama semakin deras, hingga petir
begelegar diangkasa bebas, namun rasa ngantuk terasa impas oleh suara
petir yang bergema-gema. Malam semakin larut hujan pun tak kujung reda,
tetapi lumayan hujan menjadi grimis kembali. Termenung termelongo sesaat
mencium aroma yang tidak sedap dihidung.
"Rengga kamu kentut ya?" Tanyaku karena mencium sesuatu yang kurang berkenan dalam hidung.
"Siapa yang ketut..." Jawab Rengga sedikit tersinggung.
Apa mungkin yang kentut antara Hari atau Dodi yang sudah tertidur lelap
dari tadi. Maklumlah biasanya orang yang lagi tidur terus kentut bau
gasnya seperti bau bangkai.
"Terus bau bangkai darimana datangnya?" Tanyaku lagi.
Rengga cuman menatap heran dan sedikit bengong dengan pertanyaanku.
"Yalah... Ga malah bengong orang ditanya." Tambahku.
"Aku juga mencium bau bangkai Han... Tapi ini bukan bau kentut,
kayaknya bau dari luar tenda Han." Jawab Rengga dengan penuh keyakinan.
Lantas aku mengambil senter untuk melihat sekeliling luar tenda. Tirai
pintu tenda untuk keluar aku buka, hembusan angin malam yang dingin
menusuk pori-pori. Ku amati sekeliling tenda tidak ada bangkai sama
sekali tetapi setiba sinar senter mengarah ke selatan cahaya sinar dari
senter menemukan sesuatu sosok yang terbungkus kain putih dengan berdiri
tegak menghadapku. Raut wajahnya sudah tidak karuan alis membusuk dan
tatapan mata melotot kearahku sehingga aku terkujur kaku tak bisa
berkutik dalam sesaat situasi itu. Tak lama aku lari terbirit-birit
kearah tenda sampai beberapa kali jatuh terpontang panting dengan rasa
takut itu sampai-sampai senter dalam peganganku terlempar entah kemana.
Tak banyak pikir aku langsung menorobos tirai tenda masuk dan
tergesa-gesa aku langsung ambil sarung dengan menkurungkannya keseluruh
badanku berposisi gemetar ketakutan. Rengga pun terkejut dengan tingkah
laku yang ampir saja terluluh dengan kakiku selagi menorobos tenda.
"Han... Ada apa?" Tanya Rengga penuh penasaran itu.
Aku tak bisa menjawab hanya bisa berdoa dalam batinku. Hari dan Dodi
pun terbangun dalam tidur pulasnya karena mendengan teriakanku yang
minta tolong.
"Ada apa Ngga... Sama Handi?" Tanya Hari pada Rengga.
"Entah tuh Handi, kayak ketakutan sehabis dikejar-kejar setan masuk
tenda langsung terobas saja ampir nabrak aku." Jawab Rengga dengan nada
menggurutu karena kesal dengan tingkahku.
Ketiga sahabatku mulai
diam dengan adanya suara tertawa diluar tenda. Mereka bertika saling
tatap mata dan saling bengong karena suara tawa itu terus menerus
terdengar ditelinga. Angin bertambah kencang sampai tenda pun akan
terbawa terbang. Ketiga sahabatku mulai merasakan apa yang aku lihat
barusan tadi, mereka pun ikut-ikutan sembunyi didalam sarungnya
masing-masing dengan saling mendekap ketakutan. Suara tawa yang cekikian
terus menerus menghantui perasaan kami berempat, sampai akhirnya dengan
tiba-tiba tenda kami terbang entah kenapa. Kami berempat langsung
bangun mendadak karena begitu mudahnya tenda kami terbawa angin. Namun
dari pandangan kami didepan telah nampak sosok pocong didepan kami
berempat, wajah busuk dengan mata melotot yang mengandung arti pocong
itu lagi marah. Bisa terjadi kemarahan sosok pocong itu akibat terganggu
sewaktu siang aku tidak sengaja menginjak kuburan batu dengan pergi
tanpa pamit. Dengan hitungan detik dari penampakan sosok pocong, kami
berempat tidak sadarkan diri sampai pagi tiba wajahku terbangun kembali
akibat silaunya cahaya mentari dipagi hari yang menghangatkan seluruh
tubuhku ini. Setelah kami bangun tersadar akan apa yang terjadi
semalaman tak banyak pikir kami meninggalkan tempat itu dengan barang
alat tenda kami tinggalkan begitu saja. Setiba diperkampung yang pertama
kami lewati dari perjalanan meninggalkan pegunungan itu. Kami berhenti
disebuah warung kecil untuk mengisi perut kami dan menceritakan apa yang
telah kami alami selagi bertenda dipegunungan itu. Kebetulan yang punya
warung asli penduduk sana dan tau percis cerita-cerita dipegunungan itu
dimana tempat kami berkemah.
Bapak-bapak yang punya warung dengan umurnya yang setengah baya itu tertawa-tawa membuat kami keheranan lagi.
"Dek... Kejadian yang barusan dialami tadi malam kalian itu sering
terulang beberapa kali, banyak pendatang yang berkemah disana bercerita
seperti kalian tadi." Kata pak warung itu dengan membeberkan dan
menjelaskan cerita sebenarnya tentang sosok pocong itu.
Kami pun pulang dengan membawa pengalaman yang sungguh penuh tantangan ketakutan.
0 comments:
Post a Comment